Ritual adat “Kebo-Keboan”, bagi masyarakat Osing di Kabupaten
Banyuwangi merupakan tradisi upacara adat yang harus dilestarikan.
Ibaratnya ini sudah mendarah-daging sebagai keharusan tradisi. Bahkan
ketika masyarakat tidak melaksanakan upacara adat yang sudah berlangsung
sejak abad 18 itu, diyakini mereka akan terserang berbagai penyakit.
Itu yang diyakini masyarakat Desa Alas Malang dan Desa Aliyan, di
kabupaten paling timur di Pulau Jawa ini.
Itulah yang mendorong mahasiswa FISIP Universitas Airlangga (UNAIR)
melakukan penelitian ritual adat “Kebo-keboan” sebagai upaya
meningkatkan eksistensi nilai budaya oleh petani Penghayat Kepercayaan
bagi Suku Osing di Banyuwangi.
Keempat mahasiswa FISIP tersebut, yaitu Muhammad Yaumal Yusril,
Piping Tri Wahyuni, Dian Rizkita Puspitasari, dan Leny Yulyaningsih.
Mereka kemudian menuangkan penelitian itu dalam proposal Program
Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian sosial humaniora (PKMSH) yang
berjudul “Ritual Adat Kebo-keboan Sebagai Upaya Meningkatkan Eksistensi
Nilai Budaya Oleh Petani Penghayat Kepercayaan di Suku Osing
Banyuwangi”.
Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKMSH yang diketuai
Muhammad Yaumal Yusril ini berhasil lolos, sehingga meraih pendanaan
penelitian dari Dirjen Dikti dalam PKM tahun 2016.
Ritual adat “Kebo-keboan” merupakan salah satu dari beragamnya ritual
atau upacara adat tradisional, baik yang secara keagamaan maupun
kepercayaan leluhur yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh
masing-masing masyarakat pendukungnya. Hal ini menunjukkan bahwa
keberagaman budaya telah menunjukkan masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk, dan salah satu akibat dari kemajemukan tersebut
adalah beraneka ragam ritual dan upacara adat tadi.
SALAH satu pelaksanaan tradisi adat “Kebo-Keboan” yang selalu menarik perhatian masyarakat. (Foto: Istimewa)
Dijelaskan oleh Muhammad Yaumal Yusril, dalam menjaga tradisinya itu
masyarakat asli Desa Alas Malang dan Aliyyan selalu mengadakan ritual
ini secara turun-temurun setiap tahun yang bertepatan pada bulan Suro atau Muharam. Warga setempat sangat antusias dalam melaksanakan upacara
adat ini, bahwa warga asal dua desa itu yang tinggal di luar daerah,
bahkan luar Jawa, rela untuk pulang ke Banyuwangi untuk mengikuti proses
ritual “Kebo-keboan”, walau pun secara materi tidak memperoleh (materi)
apa-apa.
Warga desa tradisi juga sadar untuk melakukan regenerasi untuk
melestarikan budaya ini. Mereka pun mendirikan lembaga adat secara
terstruktur. Regenerasi itu dinilai berhasil, salah satu tolok ukurnya,
orang-orang muda sangat menginginkan untuk menjadi pelaku upacara adat
“Kebo-keboan” itu, karena dengan menjadi pelakunya maka kaum muda Osing
berharap imbalan berupa kenikmatan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki
yang berlimpah.
”Tingginya kepercayaan masyarakat untuk melestarikan tradisi adat
‘Kebo-keboan’ inilah yang membuat kami tertarik menelitinya untuk
menelusuri lebih dalam akan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi
tersebut,” kata Muhammad Yaumal Yusril.
Mahasiswa Universitas Airlangga berhasil membuat aplikasi web yang mudah diakses umum, terutama anak remaja, untuk mengetahui dirinya terindikasi gejala menderita diabetes militus (DM) sejak dini, ataukah tidak. Setelah mengakses aplikasi web ini, seseorang khususnya remaja, bisa mengetahui prediksi kadar gula dalam darah (mg/dL) dan tekanan darah (mmHg) dengan memasukkan data usia, tinggi badan (cm) dan berat badan (kg) yang akan langsung dikonversikan dalam bentuk ind eks massa tubuh. Hal itu dilakukan mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR ini setelah membaca prediksi WHO (Badan Kesehatan Dunia) tentang jumlah peningkatan penderita Diabetes Melitus (DM) di Indonesia tahun 2030 yang mengerikan. Sebagai negara terbesar keempat jumlah penderita DM di dunia, penderita DM tahun itu akan menjadi 21.257.000 orang, naik 157% dari data tahun 2000 yang hanya 8.426.000 orang. Data yang lebih meresahkan lagi, tahun 2002-2005 saja terdapat sekitar 3.600 kasus baru...
Berawal dari kepedulian terhadap tingginya angka penyalahgunaan narkoba di kalangan anak-anak jalanan (anjal), lima mahasiswa Universitas Airlangga merancang dan mengusulkan program kreativitas mahasiswa (PKM) berjudul “Pemberdayaan Anak Jalanan Berbasis Jaringan Sosial Sebagai Upaya P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba). Dengan urgensinya permasalahan yang dipilih itu, proposal PKM bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) ini lolos seleksi Dikti dan memperoleh dana pengembangan dari Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk program PKM tahun 2016-2017. Program pemberdayaan anak jalanan ini dilaksanakan oleh Nur Syamsiyah (2014), Dini Nurul Ilmiah (2014), Dewi Miftakhur Roifah (2014), Oktavimega Yoga (2014) dan Hasna Putri Permana (2015). PKMM ini leb ih menekankan pada edukasi kreatif dan membangun jaringan sosial di kalangan anak jalanan. ANAK jalanan terlibat aktif menjadi subyek dalam pembelajaran be...
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan alam bawah laut yang sangat besar. Berbagai biota laut hidup dan berkembang di perairan Nusantara ini. Namun, pengetahuan mengenai kondisi kemaritiman itu masih sangat kurang. Hal ini terkait dengan lemahnya pendidikan kemaritiman di Indonesia, yang hingga saat ini belum ada metode maupun media yang me mfasilitasi pembelajaran dengan menerapkan sistem kemaritiman. Padahal penerapan pembelajaran kemaritiman harusnya diawali dari usia dini agar dapat optimal, sehingga edukasi kemaritiman sejak dini sangat diperlukan demi terciptanya negara yang berbasis SDA pada maritim. Berkaitan dengan persoalan itulah empat mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) menawarkan karya cipta sebuah sarana edukasi kemaritiman untuk usia dini menggunakan p erangkat lunak permainan ( software game ) melalui piranti telepon genggam dengan sistem operasi android. Dibawah bimbingan dosen...
Komentar
Posting Komentar